DPR dan Pakar Menilai Rencana Impor Beras Ketan Bertentangan dengan Perintah Jokowi
Rencana Perum Bulog mengimpor beras ketan sebanyak 65 ribu ton dari Thailand dan Vietnam dipertanyakan berbagai kalangan.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan sejumlah pakar menilai langkah impor beras ketan menafikan program pemerintah yang dinyatakan Presiden Jokowi.
Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasluddin mengatakan pemerintah harus melihat dulu stok beras ketan dalam negeri. Ia malah mempertanyakan bagaimana kinerja Bulog terhadap keinginan ini.
Ia mengatakan, impor adalah jalan terakhir. Menurutnya, Bulog sudah keberatan beban. Ia mencontohkan, pernah ada hampir 1 juta ton impor rusak di gudang gudang Bulog. Dia mempertanyakan, dimana beras ketan itu nantinya ditempatkan kala Dirut Bulog Budi Waseso mengatakan kehabisan ruang simpan beras.
“Jadi kalau menurut saya, perlu dipikir dalam-dalam. Apalagi pak Buwas mengeluh Rp 10 miliar per hari buat bayar utang bank. Impor kan pakai bunga komersil jadi kan semakin membebani,” tuturnya.
Ia menduga, impor beras ketan ini nanti pelaksananya pasti dilakukan perusahaan swasta. “Kita tidak curiga dengan impor. Cuma ini tak sesuai dengan komitmen pemerintah. Impor adalah jalan terakhir. Kalau tidak mendesak tidak usah impor,” tuturnya.
Anggota Komisi VI DPR RI, Achmad Baidowi mempertanyakan basis alasan impor tersebut.
“Apakah kebutuhan mendesak? Berapa stok ketan kita saat ini, dan berapa kebutuhannya? Jangan pula kita tidak pernah transparan,” ujar pria yang akrab disapa Awi ini.
Politisi PPP ini mengatakan, publik harus tahu data yang valid dan data tunggal tentang ketersediaan dan pasokan dari petani dalam negeri. Jika beras ketan impor ini masuk, kata dia, maka akan menunjukkan anomali terhadap kegiatan produksi pangan, yang tidak berjalan maksimal.
“Sejauh ini data ekspor kita minus dibanding Thailand dan Vietnam. Maka dari itu Kemendag jangan terburu-buru memberikan izin impor,” tuturnya.
Ia mengatakan DPR akan membahas hal tersebut dan Bulog sebagai BUMN akan terus dipantau.
Terpisah, Direktur Eksekutif Indef Enny Sri Hartati menyoroti keinginan impor ini dari validitas data. Indef juga mempertanyakan komitmen Bulog dan Presiden Jokowi terhadap impor tak tak perlu.
“Kalau ada impor saya akan pecat, tapi sampai hari ini tidak ada satu pun yang dipecat,” kata Enny.
Ia melanjutkan, persoalan impor itu sebenarnya bukan masalah boleh atau tidak boleh. Tidak ada yang namanya impor itu barang yang haram kalau memang diperlukan. “Datanya harus divalidasi betul. Jangan yang satu bilang cukup, satunya bilang kurang,” tuturnya.
Pakar Pertanian dari Institut Pertanian Bogor Dwi Andreas pun menilai impor beras ketan tidak ada keterdesakan atau urgensinya. Menurutnya, banyak juga petani yang menanam beras ketan. Namun kemungkinan kebutuhan lebih banyak daripada yang diproduksi petani.
“Kalau saya pribadi menilai sebenarnya kita tidak perlu impor beras ketan, karena konsumsinya kecil, kemudian tidak perlu lahan yang sangat luas seperti padi biasa,” ujarnya saat dihubungi.
Ia mengatakan, kalau stok beras ketan kurang mencukupi, maka harga akan naik, dan sumbangan terhadap inflasi tidak terlalu besar.
“Jadi biarkan saja naik sedikit harganya, tidak perlu khawatir, nanti dalam satu tahun petani akan menikmati keuntungan dari harga yang tinggi, sehingga banyak yang akan menanam beras ketan, dan dalam dua tahun, kita punya banyak stok, dan tidak perlu lagi impor,” tuturnya.
Sedangkan jika impor beras ketan dilakukan, maka harga pasti akan tertekan, dan petani akan malas menanam beras ketan. Akhirnya pemerintah akan impor lagi.
Seperti diberitakan sebelumnya, Sekretaris Perum Bulog, Awaludin Iqbal membenarkan ada permohonan impor beras ketan sebanyak 65 ribu ton dari Bulog ke Kementerian Perdagangan. Ia mengatakan, permintaan impor dari Vietnam dan Thailand tersebut adalah karena ada kebutuhan di dalam negeri yang tidak terpenuhi oleh petani di dalam negeri.
Namun ia tidak merinci berapa ton pasokan dalam negeri dalam setahun dan kebutuhan total di dalam negeri.
“Kalau data pasokan dalam negeri ada di Kementan, yang pasti ini kan kebutuhan customer yang minta segitu, kategori beras ini kan khusus dan tidak gampang mendapatkannya,” ujarnya
RUU Cipta Kerja Perlu Menyesuaikan New Normal, Kemandirian Pangan Multak - Dr. H. Andi Akmal Pasluddin, SP, MM
Juni 5, 2020 @ 3:30 pm
[…] negeri kita. Hal ini diungkapkan oleh Andi Akmal Pasluddin, anggota Komisi IV di DPR, di sela-sela dialog virtual dengan Menteri Pertanian yang diselenggarakan Universitas Hasanuddin, Makasar, 3 Juni […]