Harga Komoditas Pangan Impor Lebih Murah, Andi Akmal Minta Pemerintah Memperbaiki Pola Distribusi dan Peningkatan Produksi
Jakarta — Anggota DPR RI Komisi IV, Andi Akmal Pasluddin memperhatikan berbagai komoditas pangan mulai dari komoditas tanaman pangan, hortikultura hingga perkebunan lebih mahal dari komoditas impor, ia mengajukan permintaan kepada pemerintah untuk mengurai persoalan tata niaga ini dengan memperbaiki pola distribusi dan meningkatkan kapasitas produksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
“Presiden RI sudah mengakui, bahwa biaya logistik yang tinggi, harga komoditas pangan dalam negeri menjadi penyebab signifikan terhadap tingginya harga. Saya sudah sejak periode awal di DPR tahun 2014, menyampaikan dalam rapat-rapat agar persoalan distribusi ini menjadi perhatian karena sifat produk pertanian pangan ini tidak tahan lama. Teknologi cold storage di tiap daerah tidak sama, sedangkan keperluan akan sebuah komoditas pangan relatif merata di seluruh Indonesia. Memang kebutuhan banyak terkonsentrasi di kota besar, dan ini sangat memerlukan pola distribusi yang sangat efektif dan efisien”, tutur Akmal.
Politisi PKS ini mencontohkan beberapa komoditas hortikultura seperti bawang putih, berbagai buah seperti jeruk, dan apel, dimana produk impornya lebih mahal dari produk lokal. Padahal dari sisi kualitas dan rasa, menurut Akmal komoditas lokal lebih eksotis dari produk luar.
Akmal menambahkan, saat ini transportasi darat yang sudah mulai banyak sudah membaik seperti jangkauan jalan tol yang mulai dibangun, telah berdampak pada penurunan biaya logistik yang berujung pada penurunan harga di tingkat konsumen. Namun ketika produk pangan ini sudah melewati jalur laut, beberapa komoditas sangat sulit untuk diturunkan bila distribusinya antar pulau.
“Bulan Januari lalu, Kementerian Perdagangan telah mengeluarkan izin impor pangan dengan alasan untuk menjamin ketersediaan stok pangan. Ini merupakan implikasi UU Ciptakerja yang memberikan ruang seluasnya bagi pemerintah untuk mengatasi ketersediaan pangan, salah satunya adalah importasi. Yang saya peringatkan adalah, pemerintah harus menghitung dengan cermat, jangan sampai importasi ini merugikan para petani”, kritis Akmal.
Legislator asal Sulawesi selatan II ini juga menyinggung komoditas kentang yang biasa digunakan untuk industri makanan. Ia mengatakan, importasi kentang jenis ini sangat besar porsinya karena kemampuan produksi kentang kita hanya diarahkan pada jenis kentang sayuran.
Akmal mengatakan, bahwa negara China, Rusia, India, dan Amerika Serikat yang merupakan produsen kentang jenis industri terbesar di dunia, karena pandemi, luas areal tanaman kentang turun hingga 2% di tahun 2021. Kondisi ini mengguncang berbagai negara di dunia akan permintaan komoditas ini termasuk Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) mesti dapat merealisasikan pengembangan unggulan kentang industri untuk diproduksi di petani kita sehingga dapat memenuhi permintaan dalam negeri.
Saya harap pemerintah mampu memperbaiki pola distribusi komoditas pangan kita dan mampu meningkatkan produksinya sehingga ada keseimbangan antara permintaan dalam negeri dengan ketersediaan hasil produksi petani kita. Dengan kondisi yang mendekati ideal, tidak ada pihak yang merasa dirugikan, terutama petani kita yang di masa-masa sebelumnya sering dihadapkan pada persaingan harga komoditas yang dihasilkan dengan datangnya serbuan produk impor.
Dr. Andi Akmal Pasluddin, SP, MM.
Anggota DPR RI Komisi IV FPKS
www.andiakmalpasluddin.id
Dapil Sulawesi Selatan II
HP: 0811 464 700