Limbah Sawit Dikeluarkan dari Sampah B3, Andi Akmal Pasluddin Menilai UU Cipta Kerja Mulai Menunjukkan Dampak Buruk Bagi Lingkungan
Jakarta — Anggota DPR RI asal Sulawesi Selatan II, Andi Akmal Pasluddin menilai bahwa UU Cipta Kerja sudah mulai menunjukkan mudharat bagi Lingkungan. Menanggapi keputusan pemerintah yang mengeluarkan limbah sawit sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) bersamaan dengan limbah batubara, Akmal Mengatakan banyak sekali dampak buruk di masa depan yang mempengaruhi lingkungan dan juga makhluk hidup di sekitarnya termasuk manusia.
“Sejak awal Fraksi kami di PKS menolak UU Cipta Kerja termasuk pada sektor perlindungan lingkungan ini karena akan ada regulasi lanjutan yang sangat longgar terhadap kerentanan kerusakan lingkungan seperti dikeluarkannya Limbah Batubara dan Limbah Sawit ini dari Limbah B3. Sudah mulai terlihat dampak buruk keberadaan UU Cipta Kerja ini bagi perlundungan lingkungan”, tutur Akmal.
Politisi PKS ini mengatakan, semua masyarakat harus mengetahui bahwa tak hanya limbah batubara, Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan limbah sawit atau Spent Bleaching Earth (SBE) atau limbah padat yang dihasilkan industri pemurnian minyak goreng dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Akmal menambahkan, kini instrumen perlindungan lingkungan hidup sangat lemah. Bila dibiarkan terus menerus, akan ada potensi tindakan liar korporasi besar yang akan abai terhadap persoalan perlindungan lingkungan. Korporasi yang baik sengaja maupun tidak segaja ceroboh melakukan pencemaran, akan sulit dikendalikan. Tidak ada instrumen hukum yang kuat untuk membentengi sebagai tindakan pencemaran oleh perusahaan berkegiatan di komoditas sawit.
“Kita tidak dapat mengambil dasar atau dalil atas janji pelaku usaha sawit akan mengendalikan limbah sawit berupa limbah spent bleaching earth (SBE) ini, akan diekstrak kandungan minyaknya dari 20% menjadi dibawah tiga persen sehingga aman untuk tanah bumi dan lingkungan sekitarnya. Di masa datang, akan banyak sekali kecerobohan karena tidak ada aturan ketat yang mengikat. Ada aturan ketat saja sering dilanggar apalagi tidak ada aturan ketat”, tegas Akmal.
Legislator asal Sulawesi Selatan II ini mencontohkan saat ini sangat tidak tepat mengeluarkan limbah sawit keluar dari limbah B3 antara lain begitu besarnya sumber emisi keluar industri sawit, termasuk industri batubara. Semakin parahnya pencemaran lingkungan, juga akan muncul persoalan kesehatan manusia secara masal di sekitar areal pembuangan limbah sawit ini.
Anggota Komisi IV dari FPKS ini menilai pemerintah tidak boleh mengeluarkan limbah B3, dengan alasan efisiensi pengolahan limbah B3 tanpa membandingkan semua simulasi dampak yang terjadi di masa yang akan datang. Akmal meyakini, dampak kerugian yang terjadi di masa datang yang dirasakan negara, baik tanah, udara, air dan makhluq hidup di dalamnya akan lebih besar daripada efisiensi pengolahan limbah B3.
Pemerintah dapat membuat regulasi pemanfaatan limbah sawit tanpa mengeluarkan Kategori B3. Sehingga di masa datang akan ada upaya menemukan cara tepat menangani limbah sawit yang dapat di konversi dari bahan berbahaya menjadi bahan bermanfaat untuk kebutuhan manusia seperti bahan bangunan atau produk lainnya yang bermanfaat.
Dr. Andi Akmal Pasluddin, SP, MM.
Anggota DPR RI Komisi IV FPKS
www.andiakmalpasluddin.id
Dapil Sulawesi Selatan II
HP: 0811 464 700