Andi Akmal Minta KKP Serius Mengembangkan Pupuk Hayati dari Rumput Laut dan Limbah Perikanan Sebagai Alternatif Menyelesaikan Persoalan Pupuk
Jakarta — Anggota DPR RI Komisi IV, Andi Akmal Pasluddin mengatakan, persoalan pupuk yang selalu menjadi pokok bahasan dalam peningkatan produksi pertanian memiliki banyak alternatif untuk memenuhi kebutuhannya. Di samping limbah kotoran hewan yang dipadukan dengan limbah tanaman yang selama ini sudah berjalan, seperti kombinasi sapi sawit, limbah sapi, kambing dengan tebu atau batang padi, kini alternatif pengembangan pupuk hayati dari rumput laut dan limbah perikanan menjadi harapan untuk menutupi kekurangan kebutuhan pupuk.
“Waktu sebelum-sebelumnya, persoalan pupuk organik dari limbah ternak dipersoalkan pada dua masalah, yakni persoalan volume dengan efektifitas kecil dan persoalan emisi karbon. Efektifitas pupuk kimia yang efisien terhadap jumlah volume masih terus menjadi andalan meskipun lama-kelamaan merusak struktur tanah dalam kurun waktu tertentu. Formula produksi pupuk hayati berbasis rumput laut dan limbah perikanan kami harapkan memiliki efisiensi yang kuat setara pupuk kimia, sehingga dalam jangka pendek dapat memenuhi kebutuhan kekurangan pupuk di kalangan petani”, urai Akmal.
Akmal menambahkan, Indonesia merupakan salah satu negara penghasil rumput laut terbesar di dunia yang belum menjadi negara yang mampu mengoptimalkan potensi alam ini untuk melayani kebutuhan duni. Terbukti bahwa banyak hasil olahan produk makanan yang berbahan baku rumput laut malah dipasok oleh Jepang dan Thailand yang juga masuk di pasar-pasar retail modern di Indonesia. Memaksimalkan komoditas rumput laut ini selain untuk kebutuhan pangan manusia, pada limbahnya masih juga bermanfaat dioptimalkan untuk pupuk.
“Saat ini, anggran pupuk subsidi yang dialokasikan pemerintah sekitar 20 triliunan. Bahkan pernah mencapai 34 triliun. Itupun hanya memenuhi sekitar 34% kebutuhan pupuk nasional. Terobosan pupuk yang dapat memenuhi kebutuhan ini, bila mampu dilakukan akan menghemat uang negara yang begitu signifikan sehingga dapat digunakan untuk inovasi pengembangan yang nantinya menjadi andalan persaiangan global tata niaga produk pertanian kita”, ujar Akmal.
Legislator asal Sulawesi Selatan II ini menjelaskan, Kementerian Pertanian sudah sejak tahun 2009 memiliki program UPPO (Unit Pengolah Pupuk Organik) yang tiap tahun digelontorkan ratusan milyar untuk para kelompok peternak. Namun upaya program ini sangat minim keberhasilannya dengan dua indikator utama, populasi sapi secara nasional tidak kunjung baik yang terbukti masih marak importasi daging, dan polemik pemenuhan kebutuhan pupuk masih terus terjadi yang terbukti masih terjadi langkanya pupuk subsidi di berbagai daerah.
Akmal meneruskan, berdasarkan dari beberapa kajian yang ada di kampus-kampus, rumput laut Indonesia dapat diolah menadi gula hingga bioetanol. Selain ramah lingkungan, olahan rumput pengganti pupuk kimia ini juga diproduksi dengan bahan-bahan yang mudah ditemukan dan melimpah.
Saya berharap, KKP serius mengembangkan pupuk hayati dari rumput laut dan limbah perikanan sebagai alternatif menyelesaikan persoalan pupuk nasional, baik pupuk subsidi maupun non subsidi. Ketika ini sudah terealisasi, kita semua berharap pada upaya ini akan memberikan manfaat dan peningkatan ekonomi nasional sehingga daya beli masyarakat di kalangan petani dan nelayan dapat meningkat di kemudian hari.
Dr. Andi Akmal Pasluddin, SP, MM.
Anggota DPR RI Komisi IV FPKS
www.andiakmalpasluddin.id
Dapil Sulawesi Selatan II
HP: 0811 464 700